Shubuh itu warga di gemparkan dengan di temukannya sesosok laki-laki duduk disebuah Mushola sambil menunggu masuk waktu salat shubuh. Berduyun-duyun warga datang untuk menyaksikan Fenomena langka ini. Mulai dari dari pria, wanita bahkan wariapun datang untuk melihat kejadian yang belum tentu datang dua kali ini.
"ini tidak mungkin. ini tidak masuk di akal. saya mungkin bermimpi" kata para warga yang tidak percaya dengan kehadiran laki-laki itu di masjid.
Mengapa warga menjadi gempar melihat kejadian itu. Apakah aneh melihat seorang laki-laki shalat shubuh di masjid?. Bukankah shalat berjamaah di masjid merupakan sebuah kewajiban? Siapakah laki-laki itu sehingga membuat gempar seluruh warga. Mari saya ajak anda kembali ke masa lalu untuk melihat siapakah sebenarnya laki-laki itu.
Djakarta 19 april 1995. Hujan turun deras. angin bertiup kencang. petir menggelegar. Seorang laki-laki muda duduk di sebuah warten. dengan kopi ditangan kanan dan rokok tangan kirinya sambil melihat le arah langit laki-laki itu berkata
"rupanya malam ini langit sedang di rundung duka Jok. kau lihat bagaimana derasnya hujan bagaikan tangisan yang tiada henti"
"Iya Jon, rupanya lagit sedang bermuram durja. Seperti diriku yang sedang patah hati" sahut kawannya yang ketangkap basah oleh penulis sedang melakukan tidakan tidak terpuji.
Jono dan Joko adalah sepasang sahabat. Dimana ada jono di situ ada joko begitupun sebaliknya. mereka sudah bersahabat sudah puluhan tahun. susah di jalanin bersama senang di rengkuh berdua. makanpun tidak jarang sepiring berdua. Mereka berdua tidak terpisahkan. Jika jono bunga maka joko kumbangnya, jika jono tape maka joko ulinya. jika jono bangke maka joko baunya.
"Jon, malam ini kita tidur di sini saja. Aku kira hujan tidak akan berhenti. kalau kita paksakan nanti bisa basah kuyup".
"Aku setuju denganmu jok, lebih baik kita tidur di sini. Lagipula aku tidak mau jatuh sakit karena kehujanan"
"Saya pinjamkan payung kalau pada takut kehujanan" celetuk penjaga warten yang tidak mau disebutkan namanya. Penjaga warten itu tidak mau kejadian lalu terulang kembali. Waktu itu jono dan joko meminta izin untuk menginap karena sudah kemalaman di jalan. Tanpa punya perasaan curiga kepada dua mahluk itu penjaga wartenpun mengijinkan keduanya untuk bermalam dengan syarat mereka harus membeli produk warten minimal tiga buah item. selain itu juga mereka di wajibkan untuk berlangganan di warten selama 2 bulan. Karena merasa persyaratan yang diajukan penjaga warten itu cukup mudah maka dua insan yang baru beranjak dewasa itu menyanggupinya. Malam itu sekitar pukul 2 malam tepat dimalam jumat kliwon jono bermimpi bertemu saorang laki-laki berbaju putih membawakan indomie telur kepadanya.
"Bapak siapa?" tanya jono sedikit ketakutan
"Saya penjaga warten" kata orang tua itu
"Anda bohong!! Bukankah penjaga warten itu sedang tidur".
"Sayalah penjaga warten yang sesungguhnya".
"terus dia itu siapa" sambil menunjuk kepada penjaga warten yang sedang tidur.
"Dia itu penipu. Saya akan ceritakan pada anda bagaimana kisah ini dimulai"
"Panjang gak ceritanya pak?"
"lumayan"
"kalau bisa sih ceritanya jangan panjang2 kasian si bembeng nulisnya. Ini saja ceritanya sudah mulai ngawur. kasihan kan dia penulis amatir tapi disuruh buat cerita panjang kaya sinetron kejar tayang."
"Owh Begitu"
Sedang asik mengobrol tiba-tiba datang seorang peri dihadapan meraka
"Kamu siapa? " tanya jono kepada wanita itu
"saya peri"
"kamu ngapain datang kesini"
"gak tau nih mas bambang, saya disuruh ke mari"
"gak tau nih mas bambang, saya disuruh ke mari"
"Beng ngapain si peri, suruh datang di mari. Emang dia masuk skenario juga" tanya jono sama penulis
"Nggak"
"trus kenapa dia di sini"
"trus kenapa dia di sini"
"gue kasihan sama dia lagi gak sepi job, makanya gue suruh masuk di scane ini"
"Owh. begitu"
"tiba-tiba si joko juga datang di mimpinya jono"
"Wah lu jon, gak ngajak2 ngimpi bareng bidadari"
"jiah, siapa yang tahu klw gue bakal ngimpi bareng bidadari."
"Wah lu jon, gak ngajak2 ngimpi bareng bidadari"
"jiah, siapa yang tahu klw gue bakal ngimpi bareng bidadari."
"ehm, dahak orang tua itu menyita perhatian mereka. Apa boleh saya cerita sekarang" kata orang tua itu sedikit mengiba.
"boleh-boleh pak" jawab jono penuh semangat
"Emang cerita apa pak?" tanya joko
"cerita tentang warten"
"emang penting yah"
"He eh"
"cerita tentang warten"
"emang penting yah"
"He eh"
"Cerita ini dimulai di saat awal-awal pernikahan saya. Waktu itu saya belum mempunyai pekerjaan tetap. Saya malu sama mertua karena belum bisa memberi nafkah kepada istri saya. Sampai suatu hari ketika saya sedang ngopi di sebuah warkop tercetus ide untuk membuat sebuah warung kopi tapi tempatnya di tenda".
"Dengan persetujuan istri dan mertua, mulailah saya mencari informasi tentang warung tenda. Saya juga mengerahkan beberapa orang untuk mencari info yang sekiranya dibutuhkan untuk membuka warung tenda."
"di malam yang hening saya juga tidak henti-hentinya berdoa agar di mudahkan jalan dalam usaha ini"
"dengan menggadaikan perhiasaan istri di tambah motor mertua :D akhirnya sayapun membuka warten di pinggir jalan. Warten yang kalian lihat ini adalah milik saya"
"Dengan di bantu istri saya menjalankan usaha ini dari pagi sampai pagi lagi"
"tidak jarang saya tertidur di meja karena tidak kuat menahan ngantuk"
"di 2 bulan pertama saya merugi terus sampai saya harus menggadaikan rumah mertua saya untuk menutup kerugian kami. Setelah itu warten kami sedikit demi sedikit mulai memperlihatkan hasil. Bahkan di tahun pertamanya warten saya bisa memperkerjakan 10 orang ."
"kehidupan kamipun perlahan-lahan membaik. Semula cuma bisa kredit panci sekarang bisa kredit mobil. Semula numpang sama mertua sekarang mertua numpang sama kami karena rumah mertua habis buat usaha :D".
"Tapi kebahagiaan kami tidak berlangsung lama. setelah tiga tahun merengkuh sukses dari usaha kami. Kami sekeluarga di timpah musibah. Mertua saya terkena penyakit gagal jantung. Modal yang harus di gunakan untuk usaha, kami gunakan untuk berobat. akibatnya kami kekurangan modal. Rumahpun sudah saya jual untuk berobat mertua saya. Sayapun terjerat rentenir. hutang saya semakin menumpuk dan sayapun tidak tahu harus bagaimana. Satu-satunya cara saya harus menjual warten ini untuk menyambung hidup kami sekeluarga. Dengan berat hati saya menjual warten ini kepada seorang langganan kami. Alhamdullilah, walaupun saya bukan pemilik warten ini tapi saya tetap di percaya untuk mengurusi warten.
karena penyakit yang semakin parah akhirnya mertua saya tidak dapat di tolong lagi. Ia meninggal dunia. bukan main sedihnya saya karena tidak dapat membahagiakna di hari tuanya. Tapi sebelum meninggal dia sempat berkata bahwa dia bangga mempunyai mantu seperti saya walaupun saya lebih sering menyusahkan daripada menyenangkannya. Hidup susah bukan berati kita tidak bisa bahagia begitu juga hidup mewah belum tentu juga bisa membuat kita bahagia. Kebahagiaan itu adalah ketika kita bisa bersyukur dengan apapun yang diberikan Allah kepada kita. itulah kata-kata terakhir mertua saya yang akan saya selalu ingat.
bersambung.....