Pengemis Cinta bag I

“Aku mencintainya karena dia sangat berarti bagiku, walaupun dia sudah menjadi milik orang lain. Tidakah kau mengerti perasaanku?.” Kata joko kepada temannya yang diketahui berwajah indo tetapi bertampang seperti dono seorang pelawak yang pernah terkenal dengan kelompok warkopnya.

"Tapi dia telah mencampakan loe sampai kaya orang gila begini. Kemana-mana tertawa, kemana-mana menangis. Gue kasihan sama loe Joi (panggilan sayangnya temennya joko yang mirip dono), daripada loe begini trus lebih baik loe nongkrong di taman lawang atau jadi germo di tnabang. Itu lebih menghasilkan daripada loe jadi penyair dadakan.”

“Tapi men. Kata joko. Masa n’t nyuruh gue jadi bencong di taman lawang atau jadi germo di tnabang itu haram tau. Bukankah itu hal yang dilarang dalam agama”.

“Lalu benar kalau loe terus-terusan bersedih, putus asa?. Bukankah itu juga dilarang dalam agama. Bukankah kita diajarkan untuk ikhlas menerima apa yang sudah di takdirkan kepada kita” kata temennya joko yang bicaranya bila di cermati gayanya seperti kyai kondang yang terkenal di era 90 an KH Zainudin MZ.

“Habis siapa yang tidak sedih di tinggal pujaan hati, orang yang kamu cintai, kalaupun hewan bisa merasakan apa yang di sebut patah hati mungkin ia akan merasakan sama seperti yang ku rasakan.”

“Tapi kalau loe begini terus Joi, gue jadi sedih. Apa tidak ada cara lain untuk mengobati luka di hati loe.” “Ada kata joko dengan penuh semangat. Aku pergi dari Indonesia, mungkin dengan begitu aku bisa melupakan kekasih hati yang pergi untuk seorang lelaki, anak pengusaha tempe”.

“Tapi kenapa loe gak lakukan?”.

“Duit dari mana?”.

“huuuuuu…..”

“Trus bagaimana dong caranya agar loe bisa melupakan kekasihmu itu?”

“Ada tadi gue habis ke warnet, gw dapat tips bagaimana mengobati sakit hati.”

“Pertama-tama gue di suruh menangis”

“Itu bukannya sering Joi”

“Trus biarkan kesedihan melanda!”

“Itu mah ud keliatan, nah tuh mata banyak kantongnya”

“Trus yang ketiga kita harus menceritrakan kesedihan kita”

“Nah itu juga bukannya udah joi. Lo kan ud cerita sama siapa saja, ya gue, si parjo, si doni, si tono, bang ahmad, tukang ojek gang sempit, sampe ema sama babalu juga ud lo certain”.

“Tips yang ke 4 jangan khawatir”.

“Jah bagaimana gue gak khawatir tiap hari kerjaan loe nangis mulu, nggak siang, nggak malem nggak lebaran nangis mulu kerjaan loe. Emak sama babalu kawatir sama loe takut bunuh diri”.

“Yang ke 5 gue di minta jauhkan dari dirinya”.

“Yah Joi, bagaimana mo jauh pan kekasih hati loe tetangga loe sendiri”.

“Yang ke 6 gue disarankan buat latihan kebugaran”.

“Apa hubungannya patah hati sama kebugaran”.

“Gue gak tahu tapi gue mo coba ikut fitnes sama si Jali anaknya po hindun yang tinggal deket rumah pak RT”. Kata Joko penuh optimis.

“Si Jali yang di gosipin homo itu, lah tar lo bukannya sembuh malah kambuh..”

“Jo..Jo boten-boten aja. Kalau menurut gue sih gak perlu gitu-gituan yang penting kita tuh ikhlas nerima semua ujian ini. Allah kan maha tahu apa yang terbaik buat hamba-hambanya. Siapa tahu ada wanita yang lebih cantik, lebih seksi dan lebih fenomenal buat loe, tinggal bagaimana loe bersabar untuk melewati ujian ini. Jodoh gak bakal lari kemana. Bukan itu yang diajarkan para leluhur kita. Udeh cepet ganti baju, anterin gue ke glodok beli kaset”.

“Kaset apaan?”. Tanya joko dengan penuh nafsu.

“Want to know aja?.”

Bersambung?

Bagaimanakah nasib si joko? Siapakah nama temennya joko? Apakah perlu saya menghadirkan sosok wanita pujaan joko. Tunggu tanggal mainnya.

(IFAL)

Share on :
Comments
0 Comments