"Loe tidak akan bisa sukses kalau begini terus". Itulah ucapan saya ketika menasehati seorang teman kira-kira delapan tahun yang lalu. Saat itu saya masih sangat muda dan tampan. :D Kalau sekarang? Kaga. Kaga salah lagi. hehehe.
Waktu itu dia sangat marah mendengar ucapan yang keluar dari bibir saya yang mungil (mungil apa tengil). Padahal saya bermaksud untuk memberikan support kepadanya agar tidak bermalas-malasan dalam hidup ini. Tapi mungkin waktu dan cara mengungkapkannya yang kurang tepat sehingga membuatnya tersinggung dan marah.
"Bang loe tu cuih-cuih..auo-uo.. guk..guk..guk".
"Meong". kata saya sedikit ketakutan
Kini setelah delapan tahun yang lalu kami bertemu lagi di sebuah warung kopi. Warung kopi mulu si Bang nggak keren banget. Sekali-kali di starbucks atau cafe gitu jangan di warung kopi mulu. Yah habis mau gimana, rezeki lagi suram. Muke loe tuh yang suram bang. hahaha. Lagipula kau tidak tahukan bagaimana rasanya minum kopi di warung kopi..kalau Starbucks-Starbucks saja mah lewat.
Warkop 15 desember 2009. Pukul 7 malam lewat 5 menit
Waktu itu hujan rintik-rintik. tik..tik..tik. Seekor kodok dekat got melompat-lompat untuk menyelamatkan diri dari kejaran seekor kucing hidung belang. Sementara di ujung kutemui seorang Bapak sedang asik menyerumput kopi hitamnya di temani sabatang sigeret yang mengepulkan asap yang memenuhi ruangan. Sementara disampingnya ada seorang laki-laki yang sedang asik menyantap indomie rebus pake telor dengan lahapnya. Keringat membanjiri tubuhnya, kelihatannya dia sedang merasakan puncak kenikmatan yang sangat luar biasa. Sampai diapun tidak tahu kalau keringatnya sudah jatuh kedalam mienya.
Saya mulai membuka tabir pembicaraan dengan teman saya.
"Apa kabar? sudah lama tidak berjumpa? sekarang kerja apa? sudah menikah? punya anak berapa?" rentetan pertanyaan itu meluncur begitu deras dari mulut saya tanpa mampu dihentikan oleh siapapun termasuk saya sendiri.
Senyum tipis membalut wajahnya yang keruh. Dinyalakan sebatang rokok yang sudah digenggamnya sejak tadi lalu dihisapnya dalam-dalam. Dibuang asapnya melalui celah-celah hidung. Sementara asap yang keluar dari mulutnya dibentuknya seperti lingkaran. Sambil menatap saya diapun mulai membuka garasinya.
"Buset bau banget mulutnya!!, nih orang habis makan bangke kali ya". Buru-buru saya tutup hidung saya dengan tangan waktu dia sedang berbicara.
"Kau tahu bang apa yang kau tanyakan tadi membuat aku jadi malu".
"Kenapa?". Jawab saya penuh penasaran dengan mimik seperti pemain sinetron yang sering saya tonton. Andaikata seorang produser melihat, mungkin bisa jadi saya bakal di ajaknya untuk main di filmnya.
"Sekarang aku pengangguran bang, jangankah untuk ngempanin anak orang. Untuk hidupku sehari-hari saja aku masih mengharapkan kebaikan dari Ibu dan saudara-saudaraku. Kukira aku sudah gagal menjadi manusia sesungguhnya. Dan kurasa ucapmu delapan tahun yang lalu benar adanya, aku tidak akan pernah sukses.
Saya terkejut mendengar ucapannya, seakan nafas saya berhenti sesaat. Saya merasa bersalah tetapi saya mencoba untuk tetap tenang. Namun ketenangan itu sirna ketika seseorang tiba-tiba muncul dengan wajah lugunya. Dia pandangi kami dengan penuh ketakjuban (loe kira gue artis sampai takjub getoh). Sontak kami curiga, jangan-jangan dia orang jahat yang ingin berbuat tidak senonoh kepada kami.
"Siapa anda?". Tanya teman saya..
Dia terdiam, keliatannya bingung. Mau bicara tapi sulit apalagi jika kami suruh untuk mendendangkan sebuah lagu milik H.Rhoma Irama dan Sonetanya.
Namun setelah cukup lama terdiam, akhirnya dia mulai membuka mulutnya yang sebesar terompet..
"sss...saya yang jualan disini". Kata dia sedikit grogi.
"Gubrak, kirain siapa. Kenapa gak bilang dari tadi kang" kata saya
" Dari tadi saya sebenarnya sudah menunggu mas untuk memesan makanan, tapi mas malah asik mengobrol dengan temannya tanpa memperdulikan perasaan saya. Terus terang mas, saya merasa sakit hati diperlakukan seperti ini. Sudah puluhan tahun saya berjualan namun baru kali ini saya merasa tidak dihargai. Kalau teman-teman saya melihat, mau ditaruh dimana muka saya... hiks..hiks".
"Busyet dah, ada tukang tukang jualan sensi banget. cup..cup..cup" kata saya dalam hati.
"Terus Kenapa?" tiba-tiba teman saya membentaknya sambil menggubrak meja.
"Saya hanya minta dihargai sebagai seorang pedagang. hanya itu mas!"
Dengan berlinang air mata diapun pergi berlalu meninggalkan kami. Semua orang diwarung kopi merasa iba melihatnya lalu secara bergiliran menghampirinya untuk sekedar menguatkan hatinya disaat-saat sulit seperti ini. Bahkan ada seorang Bapak yang mendaratkan ciuman hangat di keningnya sebagai tanda kalau dia sangat care dengan yang abang itu.
Karena di rasa suasana sudah tidak kondusif lagi sayapun mendatanginya dan berharap agar masalah ini bisa cepat selesai.
"Kang". Kata saya pelan
"Untuk apa engkau kesini, belum puas kau menyakiti hatiku?". Suaranya cukup keras sehingga mengagetkan saya.
"Justru saya datang kesini mau minta maaf, kalau telah menyakiti akang. Bukan maksud kami untuk berbuat demikian". Saya mencoba meredakan amarahnya
"Saya sudah terlanjur sakit hati dengan kalian. Lebih baik kalian pergi dari sini!!!"
"Tapi kang, kami mau pesan minuman?" jawab saya
Mendengar itu wajahnya yang semula terlihat merah padam perlahan-perlahan menjadi merona, matanya kini terlihat bercahaya seperti gugusan bintang di langit, indah sekali.
"Mau pesan apa mas?" katanya sambil mengukir senyum terbaiknya.
"Kalau teh tawar ada kang?" kata saya
"Kembali ke jawabanmu tadi terlepas dari ucapanku delapan tahun silam kurasa tidak pernah ada kata terlambat untuk berubah. Semua orang berhak untuk berubah. Seorang pembunuh pun bisa menjadi Kyai, seorang pelacur bisa menjadi Ustadzah begitupun seorang laki-laki bisa menjadi seorang wanita alias waria. Semua orang berhak untuk berubah tapi perubahan untuk yang lebih baik tentunya".
"Aku minta maaf kalau dulu pernah mengatakan "Kalau kamu tidak akan pernah sukses.." aku sadar waktu itu terlalu mudah mengejust seseorang. Tapi percayalah kalau semua itu kulakukan demi kebaikanmu".
"Aku tahu sob, sekarang aku menyesal tidak mengikuti saranmu. Andai dulu aku mendengar kata-katamu mungkin sekarang aku tidak begini".
"Sudahlah sob yang berlalu, biarlah berlalu. Biarlah itu kita jadikan pelajaran untuk lebih baik ke depan. Sekarang mari kita buka lembaran baru lagi".
"Iya bang, aku ingin berubah. Aku ingin menjadi orang yang berguna". katanya penuh semangat
bersambung..
Apakah setelah ini dia akan berubah, saya tidak tahu. Kita lihat saja episode berikutnya, apakah benar dia akan membuktikan ucapannya atau itu hanya sekedar pepesan kosong. Sangat menarik sekali untuk disimak. :D