Aku sering bertanya pada diriku
sendiri kapan aku akan mempunyai sebuah rumah
sendiri walaupun itu hanya di ujung jalan. Rumah tempat aku
beriistirahat ketika aku lelah. Tempat aku berkumpul dan bercanda bersama
keluarga kecilku. Tempat dimana aku akan menghabiskan masa tuaku.
Untuk menggampai mimpiku
iseng-iseng aku cari rumah impianku itu. Kususuri jalan dari kampung ke kampung
lewati begitu banyak rumah. Sampai suatu ketika aku berhenti di sebuah tanah kosong tepat di ujung jalan. Namun aku sedikit
kecewa karena di sana sudah berdiri satu makam yang sepertinya belum lama dikebumikan, sebab tanahnya masih terlihat basah. Padahal lokasinya cukup
menarik untuk di tinggali.
Kupandangi lama juga gundukan
tanah itu, Entah sudah berapa lama juga aku terdiam disana. Memandang bisu
gundukan tanah itu . Aneh juga, padahal sebelumnya aku sudah biasa melihat makam
karena rumahku memang dekat dengan TPU.
Aku berpikir inikah sebuah akhir
dari sebuah perjalanan hidup yang panjang. Inikah tempat dimana semua yang fana
itu berakhir. Inikah takdir yang tidak bisa di ubah.
di ujung jalan itu ada sebuah rumah.
Rumah yang tidak besar. Tapi cukup untuk kita berisitirahat. Rumah itu tepat di
ujung jalan dan suatu hari kitapun akan berhenti dan tinggal di rumah di ujung
jalan itu.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab
yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini
tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al Hadiid, 57: 20)